Kunci jawaban kelas 4 Semester II IPAS kurikulum merdeka - Membangun Masyarakat yang Beradab
A. Norma dalam Adat Istiadat di Daerahku
operatorsekolahnusantara.blogspot.com |
Tahukah kamu mengapa aturan dibentuk? Sebuah peraturan dibentuk agar tidak terjadi perpecahan dan konflik. Adanya norma yang berlaku dalam lingkungan, setiap orang akan memiliki kesadaran atas batasan dari suatu perbuatan yang boleh dilakukan maupun hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Beragam norma diterapkan dan melekat di tengah kehidupan masyarakat sehari-hari. Norma-norma yang ada, biasanya bisa berupa aturan tertulis maupun tidak tertulis yang wajib dipatuhi masyarakat, guna menciptakan lingkungan yang harmonis. Norma adalah suatu kaidah yang berlaku untuk mengatur setiap perbuatan manusia.
Tatanan kehidupan dalam lingkungan masyarakat akan tetap terjaga apabila menerapkan norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Apabila norma-norma tidak dilaksanakan oleh setiap anggota di dalam lingkungan tersebut, maka tatanan masyarakat tersebut akan kacau karena melanggar segala peraturan yang ada dan yang berlaku.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia mempunyai beragam jenis budaya. Keberagaman budaya ini juga turut melahirkan keberagaman norma atau adat istiadat di suatu daerah. Apa sajakah adat istiadat di Indonesia?
Adat Masyarakat Lindu Menjaga Hutan
Hutan dan masyarakat adat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Masyarakat Lindu yang mendiami Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Sulawesi Tengah mempunyai sebuah adat untuk menjaga hutan. Masyarakat adat tidak mungkin merusak hutan mereka karena hutan dan segala isinya adalah penopang hidup mereka. Masyarakat Lindu sangat menghargai hutan adat yang masuk di dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu.
Hal itu dibuktikan dengan pemberlakuan zonasi penggunaan hutan oleh masyarakat
Gambar Masyarakat Lindu.
adat Lindu serta sejumlah sanksi adat yang cukup berat jika terjadi pelanggaran terhadap zonasi penggunaan tersebut.
Masyarakat adat Lindu membentuk Majelis Adat Ngata Lindu (Totua Ngata) yang tugasnya memastikan semua aturan tentang penggunaan hutan dipatuhi dan memberikan sanksi adat jika ada warga yang melanggarnya. Sebagai pusat kehidupan sehari-hari, Majelis Adat Ngata Lindu juga menerapkan aturan adat terkait pemanfaatan Danau Lindu. Hal ini dilakukan agar danau bisa tetap produktif dan terjaga kelestariannya. Aturan adat yang diberlakukan, seperti diberlakukannya Sompoa, yaitu penetapan area di Danau Lindu yang bisa dimanfaatkan oleh warga tiap-tiap desa.
Majelis Adat Ngata Lindu juga memastikan aturan-aturan adat tersebut dipatuhi dengan menerapkan sanksi atau denda adat, dalam bahasa lokal disebut gifu, bagi para pelanggarnya.
Beberapa sanksi adat yang diberlakukan adalah Ombo Sompoa, yaitu menghentikan sementara aktivitas menangkap ikan bagi para penangkap ikan yang melanggar aturan adat, denda beberapa ekor kerbau disertai kain adat tradisional serta dulang (belanga adat terbuat dari tembaga yang sudah langka), atau yang paling berat adalah dikeluarkan dari wilayah adat Lindu.
Tidak hanya menyangkut penggunaan hutan, gifu juga dijatuhkan dalam kaitan dengan relasi sosial budaya masyarakat Lindu. Saat makan bersama secara adat pun, seseorang berpeluang terkena gifu jika tidak benar-benar mengikuti aturan.
Misalnya, aturan untuk mencuci tangan setelah makan selesai, baru boleh dilakukan ketika semua orang yang ikut acara sudah selesai makan. Jika melanggar, akan dikenai gifu. Menurut cerita beberapa warga, pejabat kabupaten pernah terkena gifu dan harus membayar senilai seekor kerbau karena tidak mematuhi aturan tersebut. Dengan aturan adat yang ketat tersebut, masyarakat Lindu tetap bisa hidup berdampingan meskipun di situ bermukim juga warga non-Lindu dengan beragam agama.
Adat Masyarakat Lamalera dalam Berburu Paus
Indonesia memiliki tradisi berburu paus yang terkenal di Desa Lamalera, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang sudah dilakukan selama ratusan tahun untuk kebutuhan pangan. Namun, tidak seperti negara-negara yang masyarakatnya juga berburu paus, Indonesia tidak memiliki regulasi yang mengatur perburuan tradisional. Masyarakat Lamalera merupakan keturunan para pelaut yang tiba dari Sulawesi bagian selatan lebih dari 500 tahun yang lalu.
Saat tiba di Lamalera, mereka membawa juga tradisi perburuan mereka yang dimodifikasi untuk menangkap paus-paus yang sering ditemukan di perairan selatan Pulau Lembata. Para pemburu Lamalera menggunakan kapal layar yang disebut sebagai paledang yang didayung beramai-ramai ke tengah laut. Jika ada paus yang lewat, maka juru tombak atau lama fa melemparkan tombak ke arah paus tersebut yang biasanya dari haluan kapal.
Masyarakat Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, memiliki kebiasaan berburu paus sekitar bulan Mei-November. Kebiasaan ini menjadi bagian dari upaya masyarakat tradisional memenuhi kebutuhan protein bagi warganya. Namun, masyarakat ini memiliki peraturan yang harus ditaati warganya seperti berikut.
Berburu hanya untuk kebutuhan makan seluruh warganya.
Tidak memperjualbelikan bagian apapun dari paus.
Tidak berburu paus jantan dan betina yang sedang hamil.
Semua aktivitas perburuan dilakukan secara tradisional.
Adat Masyarakat Badui
Suku Badui merupakan salah satu suku di Indonesia yang dikenal dengan adat istiadatnya yang masih kental. Suku Badui sendiri terdiri dari dua perkampungan besar, yakni Badui Dalam dan Badui Luar. Hal utama yang membedakan kedua suku ini adalah cara menjalankan aturan adat. Badui dalam lebih teguh dalam menjalankan adatnya, sedangkan Badui Luar sudah mulai menerima perubahan zaman. Pengunjung yang ingin mengunjungi suku Badui harus menati peraturan yang berlaku. Jika peraturan dilanggar, biasanya akan mengalami kejadian yang tidak diinginkan. Peraturan tersebut antara lain sebagai berikut.
Tidak menebang
Dilarang menebang atau mencabut tanaman di sepanjang jalan yang dilalui. Selain itu, pengunjung juga tidak diperbolehkan memasuki hutang lindung dan hutan tutupan atau Leuweung Kolot.
Aturan perangkat elektronik
Beberapa barang yang dilarang untuk dibawa seperti radio, pemutar musik, kamera, pengeras suara ke Badui Dalam.
Tidak buang sampah
Kamu tidak akan menemukan sampah yang berserakan dan dibuang sembarangan di Badui. Pasalnya, warga di sana selalu menjaga kebersihan kampung sebagai adat. Oleh karena itu, wisatawan diimbau untuk membersihkan dan membawa pulang sampah mereka.
Aturan mandi
Gambar Masyarakat Badui.
Pengunjung tidak diperbolehkan menggunakan sabun, sampo, dan pasta gigi saat mandi di sungai, terutama di Badui Dalam. Selain kebersihan, kawasan ini juga hanya bisa dimasuki sebelum jam lima sore.
Tujuan mereka membuat aturan adat adalah untuk mempertahankan sistem adat dan melindungi areanya dari perubahan. Mereka memenuhi segala keperluan hidupnya dengan cara mereka sendiri. Teknologi yang digunakan pun tradisional dan selaras dengan alam. Misalnya, penyimpanan bahan pangan menggunakan sistem lumbung.
Adat Iki Palek di Papua
Bersedih karena anggota keluarga meninggal biasanya dilampiaskan dengan menangis atau meratapi kepergian hingga rasa sedih reda. Tapi berbeda bagi masyarakat suku Dani di Pegunungan Halmahera. Hukum adat yang berlaku malah seperti menambah derita keluarga yang ditinggalkan, karena mereka harus memotong jari.
Setiap ada seorang anggota keluarga yang meninggal, seorang anggota suku tersebut harus
memotong satu ruas jari tangannya, sebagai pengingat bahwa anggota keluarga sudah tidak lengkap lagi.
Hukum Adat Berjanjang di Aceh
Gambar masyarakat adat suku Dani.
Contoh hukum adat yang berlaku di Aceh adalah hukum berjenjang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Baik yang dilakukan oleh kalangan bawah hingga orang yang memiliki jabatan tinggi. Sanksinya bagi pelanggar mulai dari teguran, lalu naik pada level harus meminta maaf pada masyarakat luas, hingga hukuman fisik untuk pelaku.
Hukum Adat Waris di Bali
Kerjakan aktivitas berikut secara berkelompok!
Bersama teman sabangkumu carilah sumber mengenai norma atau adat istiadat yang ada di Indonesia dan jelaskan aturan adat terebut! Tuliskan hasil kerja Anda pada tabel berikut!
Jawab: Kebijaksanaan guru.
Bali menganut paham patrilineal atau prioritas pada kaum laki-laki. Oleh karena itu, ahli waris keluarga jatuh ke tangan laki-laki seratus persen. Sementara, anak perempuan hanya bisa menggunakan saja. Hal ini didasari karena tanggung jawab laki-laki dinilai lebih besar dibandingkan perempuan dalam sebuah keluarga. Hukum ini berubah pada tahun 2010, di mana perempuan diberikan hak atas warisan. Tepatnya setengah dari harta yang sebelumnya sudah diambil sepertiga untuk dijadikan harta pusaka.
Posting Komentar